Kamis, 14 November 2013

Apakah Kita Termasuk Pahlawan


Apakah Kita Juga Pahlawan?



Menyebut kata “Pahlawan” maka yang terbayangkan adalah para pejuang yang telah gugur membela kemerdekaan negeri ini. Kata Pahlawan bahkan identik dengan tentara dan peperangan. Padahal, apakah hanya tentara yang berhak disebut pahlawan? Apakah  hanya mereka yang memanggul senjata di medan perang yang layak menjadi pahlawan? Lantas, siapakah yang disebut pahlawan? Tindakan seperti apakah yang disebut heroik? Siapakah yang berhak menyematkan gelar pahlawan?

Di Jakarta ada monumen yang terkenal dengan sebutan “Patung atau Tugu Tani” yang berada di Taman Segitiga Menteng, Jakarta Pusat. Patung perunggu ini adalah karya dua pematung kenamaan Rusia yang  menggambarkan seorang anak laki-laki yang siap berangkat ke medan perang memakai topi caping menyandang senapan dan di sampingnya seorang wanita (ibunya) yang sedang mengantarkannya berangkat menuju ke medan perang dengan membekalinya sepiring nasi untuk mendorong semangat dan keberanian perjuangan anaknya.

Pada tahun 1963 Presiden Soekarno meresmikan patung tersebut dan terdapat sebuah plakat yang menempel di bawah patung yang berbunyi “HANJA BANGSA JANG MENGHARGAI PAHLAWAN PAHLAWANNJA DAPAT MENJADI BANGSA JANG BESAR”. Dengan kata lain, bahwa apa yang sering disebut sebagai Tugu Tani itu sesungguhnya adalah Patung Pahlawan. Bahwa petani adalah juga pahlawan bagi negerinya. Pahlawan bukan hanya tentara yang berjuang di medan perang, melainkan juga di tengah sawah. Asal tahu, Presiden Soekarno memberi nama resmi patung tersebut Patung Pahlawan bukan Patung Tugu Tani atau Monumen Tani.  

Dan profesi Guru, bukankah sering disebut sebagai Pahlawan Tanpa Tanda Jasa? Sebutan itu sebuah sindiran ketika sekian tahun yang lalu profesi guru di negeri ini kurang begitu dihargai oleh pemerintah. Syukurlah belakangan nasib guru sudah menjadi lebih baik ketimbang sebelumnya. Tetapi dengan atau tanpa tanda jasa, sebutan itu sudah menegaskan bahwa profesi Guru adalah juga Pahlawan. Guru adalah pahlawan yang berjuang di medan pendidikan untuk mencerdaskan anak-anak bangsa.

Demikian pula pernah ada sebutan untuk Tenaga Kerja Indonesia (TKI) atau Tenaga Kerja Wanita (TKW) sebagai Pahlawan Devisa. Sebutan ini juga sebuah sindiran bahwa meski mereka bekerja di luar negeri kebanyakan sebagai pembantu rumahtangga namun sudah membuktikan sebagai pihak yang sangat banyak menyumbang devisa bagi negeri ini. Padahal banyaknya TKI atau TKW itu sekaligus menunjukkan bahwa pemerintah tidak mampu memberikan lapangan kerja yang memadai sehingga menjadikan mereka mengais rejeki di luar negeri.

Mereka yang menjadi juara dalam pertandingan atau perlombaan olahraga di luar negeri adalah juga para pahlawan negeri ini. Karena kemenangan merekalah maka dikumandangkan lagu kebangsaan Indonesia Raya dengan khidmat. Demikian pula mereka yang menjadi juara olimpiade ilmu pengetahuan di mancanegara sehingga nama Indonesia menjadi berkibar dan dikenal di dunia internasional.

Namun demikian, menjadi Pahlawan tidak harus berhadapan dengan negeri lain. Pahlawan adalah siapa saja yang telah berjuang mengorbankan waktu, jiwa dan raganya demi kebaikan orang banyak. Bahkan, seorang laki-laki yang membanting tulang untuk memenuhi hajat hidup anak isterinya adalah juga layak disebut Pahlawan Keluarga. Apalagi, bila yang berjuang itu seorang Ibu Rumahtangga. Betapa profesi menjadi Petugas Pemadam Kebakaran adalah sebuah pekerjaan mulia di negara-negara Barat. Mereka adalah pahlawan yang dibanggakan tanpa harus ada peperangan.

Apakah Kita juga Pahlawan? Karena sebaik-baiknya manusia adalah yang sanggup memberikan manfaat bagi orang banyak. Kita bisa berbuat apa saja sesuai dengan kemampuan kita sendiri untuk memberikan manfaat bagi sesama, bagi bangsa dan negara. Segera mempertanyakan kemata hati kita, singsingkan lengan baju, langkahkan kaki, bergerak dengan niat yang mulia. Tunggu apa lagi.... (*)

About the Author

Unknown

Author & Editor

Maulvi ihza

Posting Komentar

 
SMA Negeri 1 Driyorejo © 2015 - Designed by Templateism.com